Minggu, 25 Oktober 2009

BALADA BATU PAYUNG

Telah aku berjalan mengitari indahnya pantai ini, dari terbit sampai terbenamnya mentari, telah jua aku mengobral canda dan senyum, dan menyenandungkan lagu-lagu memory...ah, kini aku telah penat, aku ingin berbaring di atas pasir ini, dan menikmati indahnya pantai Batu Payung di malam hari.

Ku coba untuk berbaring dan meraih mimpi, namun kantuk sedang tidak ingin bersahabat denganku, dan aku terhenyak menatap jauh pada pelita para nelayan, tersadar aku pada kehidupan yang jauh dari gemerlapnya lampu kota....duh nelayan, di saat sanak keluargamu terbuai mimpi, kau berjuang untuk kehidupan ini, betapa curangnya kami membiarkanmu sendiri... aku jadi teringat pada keluargaku di Pontianak..emh mungkin mereka sedang menikmati panjangnya malam minggu.

Dentingan gitar mengalun merdu, menghibur jiwaku yang sedang lelah...uf, betapa cerahnya langit, lihatlah berjuta bintang bertaburan, seakan memberikan penerangan kepada kami di sini yang ingin terlelap.


Tebal sekali halimun malam di pantai ini, dingin mulai menusuk dinding-dinding sel ku, deburan ombak membuatku semakin sepi...Duhai "Batu Payung", malam semakin larut...aku belum juga dapat terlelap, simpanlah kisah-kisah yang ada malam ini, ungkapkanlah kembali jika aku ke sini lagi...
Selamat Malam "Batu Payung"


Memory di Batu Payung,
Pontianak, Kamis, 28 April 1988

22 MARET

Kita berkenalan di padang tandus,
masing-masing dari kita memangku bunga kehidupan yang kering.
Tanpa pernah di sirami air cinta dan realita bahagia dari khayalan sepanjang usia yang kita lalui. Hanya selalu berharap mukjizat akan terjadi dalam perjalanan hidup yang gersang dan dengan kepasrahan hidup yang tiada arti selalu mencoba untuk menanti.

Dalam perkenalan yang singkat, kau mulai mengulurkan tanganmu,
untuk menggenggam jemariku yang mulai lelah,
mencoba mengajakku bersama untuk meniti jalan yang berliku,
Kerlingan matamu yang tajam menembus ke jantungku, kala itu terucap satu janji,
untuk membawaku ke ruang bahagia kehidupan.

Awalnya aku ragu untuk melangkah bersamamu,
Karna harkat kita sudah berbeda
namun kau terus mencoba untuk meyakinkanku
untuk berjalan beriringan mengejar matahari cinta,
membuatku bimbang dengan arah yg harus kutempuh
akhirnya aku mencoba untuk menjalaninya bersamamu. Read more...

Dalam perjalanan kita yang indah,
kau mampu membimbing dan mengarahkan hidupku,
kau tuntun langkahku, kau mampu menggapai hari-hari untuk ku
dan kita saling memberi dan mengisi arti hidup.

Sejak saat itu tanggal 22 setiap bulannya,
begitu bermakna untuk kita,
karna tanggal 22 Alfa dari perjalanan indah kita
kita rayakan dengan kecupan-kecupan mesra
dan berakhir dengan permainan cinta yang hangat.

KELAYANG MERAK sebutanmu untukku sangat membius ku.
Panggilan MAMI yang mesra dari bibirmu
menyirami dahagaku dalam kehidupan,
hingga aku semakin mantap meneruskan perjalanan ini bersamamu
dan bertekad untuk tidak akan menyakiti dan meninggalkanmu sendiri

Dalam cuaca hidup yang tak menentu
Kau mampu untuk membimbing dan mengarahkanku
Dalam gulitanya kehidupanku
Kau tuntun langkah untuk menggapai hariku
Sirna semua kebimbangan dihati
Karena asa yang kau tanam terlalu dalam

Walau sering kau terlalu membatasi gerak langkahku,
mencurigai dan mencemburui aku
bahkan melontarkan kata-kata yang menyakitiku,
aku dapat memahami semua perkataan dan prilakumu padaku,
itulah pernyataan arti cintamu yang begitu besar untuk ku.

Awal dalam perjalanan kita, aral dan rintangan datang dari keluargaku,
mereka mencaci mu, menudingmu dan tidak memandangmu sebelah matapun.
Tapi aku berupaya untuk mempertahankan cintamu.
Rela tubuhku remuk dan hati ku hancur mendapatkan perlakuan kasar dari darah dagingku.
Aku tak perduli, demi orang yang telah memberikan hatinya untukku.
Demi seorang laki-laki yang telah memberiku cinta, airmata dan kasih sayang.
Demi seorang pria yang mempersembahkan hidupnya untukku
dan yang telah menuntunku dari kegelapan.

Namun, menjelang 5 tahun perjalanan ini, tiba-tiba kau menjadi asing di mataku,
kau mencoba menarik diri dan mampu menyakiti aku.
Aku tidak lagi menjadi orang yang utama dalam hidupmu.
Kau mulai bimbang dan takut bersamaku, mulai enggan melihat wajahku,
semua yang kau lakukan kini sangat menyinggung perasaanku.
Kau mulai sering tidak mau bertemu denganku,
bahkan pernah sepuluh hari kau pergi, lari entah kemana,
tiada kabar berita ataupun pesan untukku,
tinggallah aku yang selalu menangisi cintaku.

Yang sangat menusuk nubariku,
kau mulai mempertanyakan perjalanan cinta kita,
seperti perjalanan yang tiada arti,
haruskah waktu yang kita bina bersama terbuang dengan sia-sia bersama dengan diriku.
Impian dan khayalan tentang mahligai,
haruskah menguap menjadi angin kebencian.

Kini, kau selalu berniat untuk menghentikan perjalanan ini,
padahal kau yang mulai mengajak aku berjalan.
Tapi setelah melihat begitu banyak ranjau yang harus kita lalui,
timbul kekhawatiran dan ketakutan pada dirimu. Mengapa ...???
Tidak cukupkah kebesaran cinta kita dapat menghalau seribu ranjau yang menghadang.

Hari-hari yang kita lalui sekarang, tidak lagi menjadi indah.
Terkadang aku harus berjalan sendiri tiada lenganmu yang kokoh memelukku kala ku penat.
Kenapa kau membiarkanku melangkah seorang diri,
kenapa kau mengajakku kembali ke dalam kubangan.
Kering sudah air mataku menangisi cintaku yang akan berakhir.
Dulu, kau selalu menjaga aku, tak pernah membiarkanku untuk sendiri.
Kau selalu mengkhawatirkanku dan aku selalu merasa nyaman berada dalam genggamanmu.

Mulai kanan kiri mendengar kisah cinta yang terlarang ini,
mereka mencibiri dan mencaci maki aku,
suara-suara begitu riuh membicarakan perjalanan yang sudah kita tempuh,
lidah-lidah mereka semakin gencar menari dan menggerayangi diriku.
Teganya kau membiarkanku menanggung semuanya sendiri.
Kehancuran hidup, hinaan dan kehilangan arah.
Beginikah cinta dalam hatimu selama ini.
Inikah tujuan dari tanggal 22 Maret itu.
Inikah maksud pernyataan cintamu dulu.
Semuanya harusku tanggung sendiri, nama baikku telah hancur berkeping-keping.

Kasih ... hari-hari indah kita tertulis dalam lembaran diary ku ...
banyak tempat yang menjadi persinggahan kita ...
tiap sudut di kota ini telah kita jelajahi bersama ...
akan mampukah aku menatap tempat kenangan cinta kita itu sendiri tanpamu di sisiku.

Kasih... kini Kelayang Merakmu terluka...dan sikapmu yang telah melukainya....
padahal kau tak pernah ingin siapapun melukainya... kau selalu pasang badanmu untuknya...
kini, kemana si Jantan yang selalu angkuh itu...kemana jantanku yang sombong,
pelindung yang berkuasa atas diriku ....mengapa jantanku menjadi lemah dan loyo....
tidak tangguh dan angkuh lagi...

Oohh 22 Maret..... kini ranjangku mulai dingin dengan akan perginya kekasihku ....
mawar cintaku akan layu karena tidak ada yang menyiraminya....
aku jadi terduduk di sini sendirian meratapi kekasihku yang akan berlalu dan menjauh....
aku tertunduk dan tak mampu menatap dan menengadah,
tak mampu melihat cakrawala yang akan menghadang....
aku tak mampu untuk berdiri, berjalan sendiri.....

Tuhan .... untuk pertama kalinya aku mengenal cinta suci,
tapi harus Kau renggut dengan begitu kejamnya... mana keadilan untukku....
kenapa aku tidak boleh menikmati anggur cinta bersama kekasihku .....
kenapa aku tidak di perkenankan untuk mengecap kebahagiaan selama hidupku.

Kini...aku hanya mampu berucap "Selamat Tinggal 22 Maret",
Selamat tinggal mimpi-mimpi.... Selamat tinggal cintaku ...
semua begitu berarti untukku... semuanya begitu indah
dan akan selalu tersimpan dalam ruang hatiku.

Kasih ... aku begitu mencintaimu,
selamat tinggal papi...jaga dirimu selalu,
simpanlah selalu cerita kita, kalau itu masih berarti untukmu ...
biarlah aku sendiri di sini, meratapi hari2 ku kelak ....
akan ku coba menyusuri sisa dari perjalanan kita dengan kesendirianku .....

Kasih ... jangan pernah memperhatikanku lagi, agar aku tidak menangis ...
biarlah semua rindu dan cinta terkubur di sudut hati kita ...
biarlah dengan terseok-seok aku bangkit dan menapaki kehidupan yang begitu kejam untukku .....



Pontianak, 12 Maret 2008