Pontianak, 3 Oktober 2011
Oleh : Marselina Maryani Soeryamassoeka, S.Hut
Betapa gantengnya laki-laki dalam foto ini, ku
temukan di sela-sela lembaran buku harian ibu, kupandangi tak berkedip, Pantas
saja ibu begitu mencintainya, dia terlihat ganteng dan gagah, inikah ayahku,
seandainya kami hidup bersama layaknya sebuah keluarga bahagia, betapa
bangganya aku. Dia lelaki gagah dan ganteng yang terlihat baik hati, tapi mengapa
dia tak menikahi ibu.
Buku harian yang sudah usang itu tak asing untuk ku,
sejak kecil aku sering melihat ibu menulis dan membaca ulang sambil menghapus
airmatanya, tapi hari ini entah mengapa hasratku ingin membuka dan membacanya begitu
kuat dalam benak, dan ternyata jawaban dari pertanyaan-pertanyaanku selama ini
tentang Siapa Ayah dan Mengapa aku hidup tanpa Ayah terjawab sudah. Maafkan aku
ibu, selama ini aku menuduhmu telah tega memisahkanku dengan ayah, ternyata aku
telah dapat cerita yang sesungguhnya.
Aku adalah seorang perempuan yang di lahirkan dengan
status anak di luar nikah alias anak haram, hasil dari perselingkuhan ibu
dengan seoang pria bujangan. Pada saat itu ibu berstatus istri orang dan sudah di karuniai 3 orang anak. Keadaan
rumah tangga ibu yang kurang harmonis membuat ibu jatuh ke pelukan seorang
pemuda ganteng yang usianya terpaut 3 tahun lebih muda. Ibu lebih memlih hidup
bersama dengan Pemuda ini, karena walau Pemuda tersebut kasar namun lebih
memperhatikan dan bisa memberikan kebutuhan batin yang di dambakan selama ini. Pemuda
yang mampu membelai pucuk-pucuk kerinduan ibu pada sosok lelaki yang menaburkan
mawar cinta di aliran darah seorang perempuan yang kosong akan sentuhan
kehangatan cinta. Hingga kerelaan muncul pada diri perempuan selembut Ibu untuk
meninggalkan 3 darah dagingnya dari hasil perkawinan sebelumnya hanya untuk
mengejar lelaki ganteng ini.
Tapi kepasrahan ibu hanya membuat pria ini menjadi
besar kepala, bersikap seenaknya dan selalu merendahkan. Yang membuat ibu tak
terima, lelaki itu tak pernah percaya bahwa bayi yang di kandung ibu pada saat
itu adalah anaknya. Setiap kali ia marah, selalu hal tersebut yang dilontarkannya,
bahkan berkali-kali menyuruh ibu menggugurkan kandungannya. Pria itu memberikan
cintanya dengan cara yang aneh, seolah tak membutuhkan siapapun, padahal cinta
sedang menari di altar hatinya. Dia dapat membuat dirinya setegar batu karang
di saat mengatakan dia tak mencintai siapapun, padahal dia adalah lelaki
pencemburu yang sangat rapuh, yang sebenarnya selalu merindukan belaian seorang
perempuan yang lebih dewasa dari dirinya..
Suatu ketika, pria itu menemukan Jantung Hatinya sedang
berbicara dengan tetangga sebelah, sebenarnya yang dibicarakan adalah tentang
saluran air yang tergenang di antara rumah lelaki itu dan tetangga sebelah
kirinya. Namanya saja lelaki pencemburu, di depan si tetangga dia bisa
tersenyum dan sok ramah, namun setelah di kamar, perempuan yang sudah setengah
menjadi istrinya itu di pukuli dan di injak-injaknya di susul dengan
kalimat-kalimat kotor yang tak lepas dari bibirnya. Ibu hanya mampu menangis
dan tak bisa melawan, namun dalam hati, ibu berpikir, ini semua harus di
hentikan. Biarlah gaun pengantin yang sudah di siapkan untuk pesta pernikahan 3
minggu lagi akan menjadi kenangan. Sikap lelaki ini membuat ibu sadar dan meninggalkan
semua kebodohan yang pernah dilakukan.
Harga diri seorang perempuan mengakibatkan aku lahir tanpa
seorang ayah, mengakibatkan julukan ANAK HARAM kusandang seumur hidupku. Betapa
ranggasnya aku sebagai anak, yang tak pernah meminta untuk dilahirkan, yang tak
pernah meminta untuk ada dan melihat bejatnya dunia ini, tetapi aku harus lahir
dan ada di dunia ini. Hasil dari keegoisan manusia, menyebabkan aku harus lahir
dan menerima hinaan dari teman-teman di sekelilingku, aku harus bisa menerima
cibiran dan omongan yang begitu pedas mengenai asal usulku. Apakah
manusia-manusia yang mengaku dirinya dewasa itu pernah berpikir tentang
keadaanku setelah lahir. Mereka hanya tahu kenikmatan sesaat, mereka hanya tahu
melampiaskan nafsu durjananya saja. Tanpa pernah berfikir bahwa mereka telah melukiskan
warna pelangi tak sempurna di kanvas hidupku.
Puji Tuhan, 3 orang saudaraku dari hasil perkawinan
ibu sebelumnya sangat menyayangiku, mereka tak pernah mengganggap bahwa aku
berbeda dari mereka. Apalagi, ibu memang tidak pernah membedakan anak-anaknya,
ibu selalu mengajarkan cinta kasih yang tulus terhadap semua anaknya.
Sejak ibu lari dengan pacarnya yang adalah ayah
biologisku, suami terdahulu tak memandang ibu lagi, karena HARGA DIRI
nya sebagai seorang suami telah terinjak-injak oleh sang istri, sehingga dia
memilih perempuan lain untuk menjadi istrinya, dan perempuan itu sebenarnya
merupakan perempuan yang telah dipacarinya selama 3 tahun tanpa sepengetahuan
orang lain, tapi ibu dapat merasakannya, walaupun tak pernah memergoki
perbuatan suaminya itu. Karena HARGA DIRI ibu yang telah dikhianati
suaminya itulah, mengakibatkan perselingkuhan bisa terjadi antara ibu dan ayah
kandungku.
Dan ketiga abangku lebih memilih tinggal bersama
ibu, sejak pernikahan ayah mereka dengan istri barunya. Mereka tak tahan
mendengar caci maki ayah setiap kali memarahi mereka, selalu tingkah laku ibu
yang di ungkit-ungkit oleh ayah mereka, karena HARGA DIRI lah maka
mereka lebih memilih hidup bersama ibu, walau resikonya mereka tak mendapat
biaya hidup dan harta warisan dari ayah mereka yang merupakan Pengusaha di
bidang perkapalan.
Kami dibesarkan bersama-sama sejak aku berumur 1
tahun dan selama ini ibu yang membiayai seluruh kehidupan kami tanpa bantuan
dari suaminya terdahulu maupun dari ayahku.
Ibu membanting tulang untuk membesarkan kami,
menyekolahkan kami hingga sarjana. Abang tertuaku Adri menyandang gelar sarjana
ekonomi dan bekerja pada bank pemerintah, abang keduaku Barry merupakan pengacara dan abang ketigaku Calvin seorang
dokter spesialis paru-paru. Sedangkan aku sendiri Desca seorang arsitek. Dalam
meraih gelar arsitekku abang-abangku ikut membantu biaya baik pendidikan maupun
kebutuhanku lainnya, karena ibu sudah semakin tua sehingga ketiga abangku tak
membiarkan ibu untuk bekerja keras lagi, bagi mereka sudah saatnya ibu untuk
beristirahat dan menikmati hari tuanya.
Ketika aku ingin melupakan sosok dalam foto yang
kulihat dalam Buku Harian ibu, ibu memanggilku bersama ketiga abangku. Ibu
menyampaikan bahwa abang ketigaku Calvin bertemu dengan seseorang dari masa
lalu mereka. Seorang laki-laki yang sekarang sedang terbaring di rumah sakit
karena mengidap kanker paru-paru. Lelaki tersebut merupakan pasien dari dokter
Calvin. Menurut Calvin, awalnya ia sama sekali tak mengenal lelaki tersebut,
tetapi dari nama dan sorot matanya sepertinya tak asing bagi Calvin, sehingga
Calvin mencoba untuk bertanya langsung kepada laki-laki itu, apakah pria ini
adalah om Robby teman dari Clara, yang merupakan nama ibu.
Ternyata pria itu
tak membantah dan berkata bahwa sebelum ajalnya tiba dia ingin bertemu
dengan Clara dan anak mereka. Dokter Calvin pun mencoba menggali lebih banyak
lagi informasi tentang pria ini dan mencoba bertanya dengan keluarga yang
menjaga Om Robby. Menurut keponakan dari Om Robby bahwa Om Robby merupakan
pengusaha peternakan sapi yang sukses dan mempunyai 3 buah supermarket, sejak
di tinggalkan kekasihnya Clara, hidup Robby jadi tak teratur, pergi pagi dan
pulang larut malam dalam keadaan mabuk. Robby tak pernah menikah, hari-harinya
di habiskan dengan mengurus pekerjaannya dan setelah itu mengurung dirinya di
ruang kerja di kantornya, minum alkohol sendirian dan kemudian pulang larut
dalam keadaan mabuk. Kadang tak ingat makan.
Bertahun-tahun Robby tak pernah berniat mencari
Clara dan anaknya, karena Robby berpikir dengan cinta Clara yang luar biasa
terhadap dirinya, maka Clara akan kembali kepangkuannya. Namun hari demi hari,
tahun pun berganti, Clara yang di tunggu tak kunjung jua menampakkan batang
hidungnya. Sedangkan Robby merasa dirinya seorang laki-laki yang harus di
hormati perempuan, sebagai kepala rumah tangga, tak kan pernah dia mencari
perempuan yang lari dari dirinya. HARGA DIRI nya sebagai seorang
laki-laki akan hancur jika dia yang harus mengalah dan mencari kekasih dan
anaknya.
Namun kini, apalagi yang akan di pertahankannya,
tubuhnya menjadi korban akan penderitaan karena berpisah dari orang-orang yang
sangat di kasihinya. Untuk apa semua kesuksesan, jika jantung dan buah hatinya
tak pernah merasakan kesuksesan itu. Ajalnya sudah hampir tiba, ia ingin
bertemu dengan kekasih dan anaknya. Ia ingin melihat anak yang di dambakannya,
walau sering dicemoohnya namun hatinya selalu menginginkan memeluk darah
dagingnya tersebut.
Pertemuan antara aku, ibu dan ayahku begitu mengiris
sanubari. Pria yang dulunya kokoh, tegas dan keras, kini terbaring lemah dan
tak berdaya. Menangis melihat perempuan yang dicintainya. Tampak sekali dari
sorot matanya bahwa ia memang sangat mencintai ibu. Ibupun menangis melihat
kerapuhan dari lelaki yang pernah membuatnya bertekuk lutut itu. Betapa ibu
menyesali bahwa pernah meninggalkan laki-laki ini.
Dan saat melihatku, ayah tak mampu berkata apapun,
dia membelai kepalaku dan mencium keningku. Kerinduan selama 24 tahun telah
dilepaskannya di saat ia harus masuk ke lingkaran ajalnya sebentar lagi.
Sisa-sisa hari dalam hidupnya tak akan di sia-siakannya lagi, dia akan
mengisinya dengan pelukan kasih dalam hidup kekasih dan anaknya.
Sebatas apa aku harus merawat lelaki renta ini , dari
dalam rahim ibu, dia tak pernah menginginkan kehadiranku d dunia ini, menyebabkan
ibu harus melahirkn anak haram seperti ku, dan cap itu yang selalu ku gendong
seumur hidupku, sebenarnya untuk apa ada rasa iba di hatiku, sanak saudaranya bisa
merawatnya, tapi, mengapa aku ada terus d sampingnya, apakah ini KERINDUAN
hatiku untuk menatap, memiliki dan merasakan sentuhan seorang ayah , walau hanya
sekejap.
Ingin rasanya aku membenci lelaki tak berdaya ini,
ingin juga aku membenci ibuku, ingin sekali aku pergi dari kenyataan hidup ini.
Semua karena mempertahankan HARGA DIRI, maka hidup jadi porak poranda dan
berjalan tak semestinya. Bagaimana jika aku juga berdalih dengan kata HARGA
DIRI, apa yang kemudian terjadi, bukankah persoalan ini akan terus berputar dan
tak ada habisnya. Apa arti sesungguhnya dari HARGA DIRI. Mengapa manusia yang
hebat dan mengaku dirinya intelektual akhirnya harus kandas karena
mempertahankan sebuah HARGA DIRI. Dimana kata MEMAAFKAN DAN MENGASIHI. Padahal,
hidup ini terasa indah jika ada KASIH dan MAAF. Sungguh aku tak mengerti,
manusia begitu kokohnya mengorbankan kebahagiaan dirinya dan orang-orang di
sekitarnya hanya karena merasa HARGA DIRI nya terinjak-injak.
Kini setelah aku tahu masa silam ibu dari buku
hariannya, setelah aku tahu asal usul dari kisah masa lalu ini, aku mencoba
untuk tidak ingin menghakimi siapapun atas semua yang telah terjadi. Semua
sudah berlalu dan terjadi. Bagiku manusia lahir dan hidup sudah ada yang
mengaturnya, sudah ada yang merencanakannya, tinggal bagaimana kita bersikap
lebih baik untuk kehidupan kita dan orang-orang di sekitar kita. Biarlah
pengalaman hidup ibu, ayah dan mantan suami ibu, merupakan pelajaran yang
bermanfaat untuk kami anak-anaknya. Bagaimana kami harus menghormati sebuah kata
KESETIAAN, KEJUJURAN, KETERBUKAAN , SABAR, MEMAAFKAN dan MENGASIHI, bagaimana
manusia hidup harus ada pengendalian diri yang kuat dan iman yang teguh,
sehingga latar belakang kehidupan kami sebelumnya tak terulang kembali.
Catatan :
-
Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan
dengan orang2 di sekitar pembaca,
Merupakan suatu kebetulan saja.
-
Mohon untuk tidak menjipak atau mengutip isi dan ide
cerita tersebut
-
Hargai sebuah hasil karya