Sabtu, 19 Maret 2011

Adat Istiadat Mendirikan Rumah Betang / Soo Langke pada Suku Dayak Taman

Soo Langke (Rumah Panjang/Betang) sudah menjadi ciri khas serta identitas Suku Daya' Taman. Dari sejak dahulu masyarakat Daya' Taman hidup mengelompok pada tempat-tempat tertentu, kehidupan mengelompok itu untuk memudahkan dalam menghadapi berbagai keperluan dan tantangan hidup serta ancaman sehingga dapat diselesaikan secara bersama-sama atau senasib sepenanggungan. Soo langke (rumah Panjang/Betang) merupakan lambang dari kebersamaan, persatuan, keutuhan, toleransi kegotongroyongan dan peradaban serta budaya Suku Daya' pada umumnya dan masyarakat adat Daya'taman khususnya.


Selain itu terdapat nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam kehidupan di Rumah Panjang/ Betang yang secara jelas tercermin bahwa jiwa dan kepribadian yang melekat dalam setiap individu masyarakat Daya' adalah jiwa dan kepribadian yang menjunjung tinggi peraturan, bertoleransi tinggi, terbuka dan mengedepankan rasa dan prilaku cinta kasih berlandaskan moral tanggung jawab baik terhadap sesama, kepada alam dan kepada Allatala (sang pencipta). Setiap mendirikan/ membangun Soo Langke (Rumah Panjang/ Betang) terlebih dahulu di lakukan KOMBONG (musyawrah) menentukan letak tempat rumah, melaksanakan acara adat, pemilihan bahan rumah, waktu yang baik menurut hitungan dan kepercayaan nenek moyang. Selain itu pemilihan bahan bangunan dan tempat mencari mengerjakan dibicarakan secara bersama.


Setelah selesai membangun Rumah Betang diadakan adat prosesi, Membasai Saran, Gawai Mamasi Soo sebagai wujud ungkapan syukur kepada Allatala dan terima kasih kepada Beo'-beo' yang memberikan pertanda dan minta kepada sumangat atau arwah para leluhur agar bangunan rumah Betang yang baru dibangun membawa keselamatan, rejeki dan terhindar dari malapetaka.

Akhir-akhir ini karena pertimbangan bahaya kebakaran, kebersihan dan kesehatan, masyarakat Adat Daya Taman cenderung masing-masing membuat rumah tinggal menjadi pemukiman dalam bentuk perkampungan.
Sungguhpun demikian bukan berarti sikap dan perilaku berubah menjadi individualisme dan prosesi adat ditinggalkan bahkan sikap gotong royong dalam mendirikan rumah, membuat jalan, berladang dan berbagai kegiatan untuk kepentingan umum tetap terjaga dalam suasana serta nuansa kehidupan masyarakat adat yang harmonis.

Prosesi padeng payu Soo Langke :
1. Mambele (melihat) lokasi dengan cara membawa tanah segenggam dan dibawa tidur dengan tujuan untuk mendapatkan mimpi yang baik.

2. Marere tana' disertai dengan cara maban tanah dengan kayu pulut suman serta disertai dengan isombaang, mangantung pamindara dan taba' jauum barulah d pakadeng tiang pertama.

3.Setelah selesai dan telah ditempati oleh pemiliknya maka barulah diadakan gawai mambasai saran.

4. Tiga tahun kemudian barulah dapat dilakukan mamasi soo dan tergantung dari kesiapan dari pemilik Betang (soo langke).

5. Diatas Rumah Betang (soo langke) yang belum melakukan mamasi soo belum boleh dilakukan gawai raa.


Sumber : 1. Buku Adat Istiadat dan hukum Adat Daya' Taman Kab. Kapuas Hulu Kal Bar
2. ID. Soeryamassoeka


0 komentar:

Posting Komentar